Senin, 22 Februari 2010

Belajar survival dari Pohon Jati

sejatinya kehidupan ini adalah sebuah perjalanan yang tidak ringan, setiap hari kita pasti akan di benturkan dengan masalah, selesai dengan masalah yang satu kita akan segera bertemu dengan masalah yang lain, begitu seterusnya. tetapi bukan berarti musim kemarau akan terus berlangsung sepanjang tahun, hari yang kering akan terus berlangsung sepanjang bulan, yakin saja bahwa musim hujan juga sebentar lagi menyapa, angin sejuk akan segera berhembus. dan begitulah hidup, kehidupan kita adalah kumpulan cerita bagaimana kita mampu bertahan di segala musim. ada masa-masa di mana keberhasilan, kebahagiaan seakan-akan tidak lepas dari kita, tetapi siap-siap juga suatu ketika musim paceklik akan datang, dan pertanyaan yang menarik adalah banyak orang yang akhirnya tidak mampu bertahan di musim ini.
sebuah pembelajaran menarik akan kita dapatkan dari Pohon Jati, ya pohon yang terkenal karena kualitas kayunya, pohon dengan batang yang cukup besar bila di pelihara berpuluh-puluh tahun, pohon yang menjadi salah satu andalan potensi Kabupaten Blora. tahukah Anda apa yang menarik dari pohon ini? apa yang di lakukan Pohon Jati ketika musim paceklik datang, ketika musim kemarau tiba, dan air menjadi barang langka? Tepat sekali, Pohon ini akan segera menggugurkan daun-daun yang di milikinya, sebagian atau seluruhnya. apakah pohon ini menyerah dalam hidup dan kalah dengan musim kemarau? Salah, Pohon Jati sedang "berjuang" mempertahankan hidupnya, dan menggugurkan sebagian yang di milikinya. dengan menggugurkan daun-daunnya maka Pohon Jati akan mengurangi air yang di lepaskan oleh stomata daun, sehingga kebutuhan air akan lebih sedikit, dan inilah yang namanya strategi survival dalam hidup, perjuangan mempertahankan hidup.
Hal yang menarik adalah sebenarnya bisa saja Pohon Jati menyalahkan keadaan alam yang tidak menyediakan air, menyalahkan hujan yang enggan turun, menyalahkan musim yang kian panas. Tetapi alam selalu memberi kita teladan. Pohon ini tidak mau menunjuk keluar menyalahkan keadaan, tetapi dia menunjuk kedalam, apa yang harus aku lakukan untuk bertahan dalam keadaan seperti ini? nah kadang manusia seperti kita ini sekarang begitu latah bila terjadi kegagalan dalam hidup, kita langsung menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, menyalahkan takdir dan lain sebagainya.
Bukan begitu yang diajarkan alam kepada kita, sekali waktu bila kita sedang mengalami hari yang payah, musim yang kering, rejeki yang seret, kita harus melihat kembali kedalam, kepada diri kita. meneladani pohon jati, apa yang bisa kita lakukan untuk dapat bertahan dalam keadaan seperti ini dan terus maju melangkah kedepan untuk kehidupan yang lebih baik? Monggo Lanjut...

Kekeluargaan

Lebaran haji ini akhirnya aku memutuskan untuk merayakannya di kampung halaman. Di sebuah kampung kecil di pingggiran Kota Blora, sebuah kampung yang telah mendidik dan membesarkanku, bukan hanya dari sisi fisik tapi juga karakter. Dan dari kampung inilah aku belajar banyak hal tentang hidup dan kehidupan. Dan kepulanganku kemarin ke kampung halaman telah mengajarkankanku kembali tentang satu hal bermakna dalam serial pembelajaran kehidupan. Kekeluargaan.

Ceritanya begini, kami memiliki satu orang tetangga yang cukup kami hormati, karena beliau, tetangga sebelah rumah kami ini adalah sesepuh kampung, yang pendapatnya di dengar oleh banyak warga, selain itu beliau juga Ketua RT kami. Dan hari Jum’at yang lalu tepatnya tanggal 28 Oktober 2009 beliau terkena sakit magg yang sangat kronis, yang akhirnya memaksa keluarga membawa beliau ke Puskesmas terdekat.

Atas inisiatif Ayahku, akhirnya kami sekeluarga datang ke Puskesmas untuk menjenguk beliau. Tepat setelah Maghrib kami berangkat ke Puskesmas di mana tetangga kami di rawat. Yang datang pada waktu itu untuk menjenguk ternyata bukan hanya keluarga kami, tetapi beberapa orang yang memang kenal dekat dengan tetangga kami ini juga sudah berdatangan. Pada waktu kami datang beliau sedang terbaring menahan perih dengan selang infus terpasang di tangan beliau.. Beberapa anggota keluarga, kami lihat menangis.

Satu dua orang tetangga kami yang lain mulai berdatangan, tetapi lama kelamaan ruangan sempit di Puskesmas itu menjadi penuh bahkan sesak, akhirnya kami yang datang lebih dulu harus mengalah dan memberikan kesempatan bagi pengunjung yang lain untuk menjenguk beliau. Dan kalau coba aku hitung-hitung mungkin jumlahnya ada sekitar 50an orang lebih. Aku terharu, bukan melihat kesakitan tetangga kami, tetapi aku terharu melihat betapa banyaknya orang yang datang untuk menjenguk beliau dan betapa rasa kekeluargaan itu masih sangat erat dan melekat dalam kampung kami. Aku terharu, benar-benar terharu dan bersyukur, bahwa kami masih memiliki kampung yang luar biasa menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan kekerabatan.

Dan malam itu kami belajar untuk tidak lagi menjadi egois, berpikir hanya untuk dirinya sendiri, tetapi malam itu kami belajar untuk menjadi warga yang ramah pada tetangganya, warga yang peduli dengan penderitaan sesama, warga yang mencintai masyarakatnya, dan aku belajar tentang kekeluargaan.

Monggo Lanjut...