Senin, 12 Desember 2011

BAB “iklhas”

Jangan ada yang salah sangka bahwa tulisan BAB diatas itu, Anda baca bab seperti bab 1, bab 2 dalam pengerjaan skripsi. Tetapi BAB diatas mesti anda baca Be A Be, hehe. Ya itu, buang air besar. Gimana ceritanya? Jangan mikir jijik atau jorok dulu dah. Begini, setelah menyantap snak berupa martabak, kentang goreng, dll, saya yang pertama kali datang ke aceh waktu itu, diajak lagi jalan-jalan kuliner malam oleh seorang sahabat disana. Untuk “mengganjal” perut malam itu akhirnya dibawalah saya menuju sebuah warung khas nasi goreng, saya pesan nasi goreng kambing muda. Wah enak juga rasanya, tambah dadar, krupuk melinjo dan jus belimbing, hmmmm mantap dah. Haha, jangan pada ngiri ya.
Pagi harinya di penginapan, kami sudah disuguhkan nasi goreng “lagi”, tambah tahu goreng, kerupuk “lagi”, kopi, dan semangka plus pepaya. Waduh ini sarapan apa makan siang? Hehe. Tapi, nah ini yang menarik, beberapa menit kemudian percampuran antara makanan-makanan yang kaya rempah itu berujung pada rasa yang tidak nyaman pada perut saya. Jangan pada bilang sukurin ya, hmmmmm. Jadilah saya pagi itu musti buru-buru “berlari” kekamar penginapan untuk menuntaskan “kewajiban” saya, persis setelah saya menyantap sarapan pagi itu.
Akhirnya semua-muanya saya keluarkan, tak perlu Anda bayangkan betapa leganya saya waktu itu. Dan tak pernah sekalipun saya menengok kebawah, yang mana hasil dari nasi goreng kambing muda ya? Ahhh jangan-jangan belum “habis” benar. Yang mana “sisa” dadar ya? Hmmm jangan-jangan belum terserap dengan baik dalam perut? Ahhhh tak pernah sedetik pun terbersit dalam benak saya untuk berpikiran seperti itu. Apakah ada di antara Anda sekalian yang pernah melakukannya? Setelah mendapatkan kelegaan itu, dengan ragu-ragu Anda mengecek keberadaaan sisa-sisa makanan Anda? Saya yakin Anda semua akan mengatakan TIDAK. Ya kan?
Dalam perenungan pagi itu saya tersadar betapa hari itu saya musti belajar tentang keikhlasan dari proses BAB. Inilah yang saya sebut BAB ikhlas. Kenapa begitu? Dari sana saya belajar bahwa tatkala kita sudah mengeluarkan sesuatu dari dalam diri kita, tak perlu lagilah kita melihat-melihat kembali, memikirkan apa yang sudah kita tunaikan. Sudah, relakan saja. Mungkin ini juga tentang amal baik yang kita lakukan, tentang kerja-kerja kita. Saya pagi itu belajar ikhlas untuk tidak selalu melihat kebelakang yang seolah-olah bahwa hal itu menunjukkan kita sudah banyak berbuat dan berbuat banyak, padahal yang terjadi adalah masih banyak bangunan kebaikan yang musti kita kerjakan, masih banyak amal soleh yang harus di tunaikan. Hari ini tugas kita adalah terus bekerja keras untuk kebaikan kemanusiaan tanpa perlu melihat apakah orang lain akan memberikan penghargaan atau tidak. Hari ini tanggungjawab kita adalah berbuat yang terbaik untuk masyarakat tanpa perlu melihat apakah masyarakat akan mengelu-elukan kita atau malah mencemooh kita. Kita hanya perlu bekerja dan biarlah DIA saja yang menilai dan “menggaji” kita dengan penuh kepantasan dari pekerjaan yang kita lakukan. Karena memang keikhlasan lah yang akhirya mengantarkan kita pada syurgaNya bukan yang lain.
Wallahua’lam Monggo Lanjut...