Selasa, 13 September 2011

Batok Kelapa Kehidupan

Setelah berlabuh di Kota Hujan beberapa waktu yang lalu, akhirnya saya menemukan langganan sate, sate ayam Madura. Meski hanya di pinggir jalan dan seperti PKL lainnya, tetapi hampir terjual rata-rata ratusan tusuk sate setiap malamnya. Tapi menjadi menarik bagi saya adalah arang yang di pakai, ternyata bukan arang seperti biasanya yang di pakai untuk membakar sate. Kali ini sang penjual ternyata memakai arang dari “batok” Kelapa. Menurut sang pemilik, arang dari batok kelapa memeliki abu yang lebih sedikit, tetapi saya tidak bertanya lebih jauh apakah arang batok kelapa itu juga mempengaruhi rasa sate atau tidak. Yang jelas dan perlu saya catat adalah sate yang terjual rata-rata 800 tusuk sate ayam dan sate kambing setiap malam. Anda hitung sendiri saja berapa omsetnya.
Kehidupan sebenarnya sunguh mengagumkan, menggelisahkan tapi juga unik. Dan keunikanlah yang akhirnya bisa membuat sesuatu itu menjadi lebih berharga atau lebih bernilai. Tentunya bila keunikan ini pada sesuatu yang positif. Saya belum pernah melakukan survey dan menggunakan data yang cukup akurat dengan metode yang sangat ilmiah tentang penggunaan arang batok kelapa untuk membakar sate, tetapi sepanjang perjalanan kehidupan saya, ya baru kali ini saya menemukan sate yang di bakar dengan arang batok kelapa, yang akhirnya setidaknya membuat saya kesengsem dan belum ingin beralih ke penjual sate lain. Keunikan.
Sebenarnya kalau kita mau jujur, setiap kita adalah manusia yang sangat unik. Saudara kembar se kembar apapun setahu saya pasti memilki perbedaan, entah di belahan rambutnya, posisi tahi lalatnya atau mungkin perbedaan nama setidaknya. kalo kita nilai secara fisik mungkin perbedaan ini sesungguhnya tidak terlalu bernilai signifikan pada keberhasilan kehidupan kita. Yang lebih berpengaruh adalah keunikan pada sisi yang tidak tampak ini, keunikan secara ruh, mental, daya tahan, dan cara kita menangkap informasi atau bahasa kerennya modalitas belajar. Ada orang yang lebih mudah menangkap informasi dengan cara melihat atau lebih sering kita sebut orang visual, orang yang lebih mudah memahami dengan cara mendengarkan adalah orang audio, dan orang kinestetik adalah kita yang lebih mudah belajar sambil mengerjakan, menilai sesuatu dengan perasaan. “perasaan saya jumlah uang saya ga segini deh?” (lha uang ko di hitung pake perasaan?) mohon maaf bagi kawan-kawan yang sering mengalami kejadian ini. santai saja, saya juga sering begitu ko, hehe
Yang ingin saya sampaikan adalah sebenarnya baik secara fisik, fikir dan jiwa masing-masing kita itu memiliki kelebihan dan kekurangan. yang terjadi adalah kadang kala kita menggunakan argumentasi kelemahan kita sebagai pembenaran atas kegagalan yang kita hadapi. contoh saya tidak bisa menulis karena saya ini orangnya suka ngomong (curcol deh), atau saya ga berani berbicara di depan umum, saya lebih senang menulis, dll. Yang musti di catat adalah setiap kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita adalah anugerah dari Allah, Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Kuasa. Tak sepatutnya kita menjadikan kelemahan yang ada pada diri kita sebagai argumen atas kegagalan hidup kita, karena bekal kelebihan yang kita miliki sebenarnya lebih dari cukup untuk membuat kita menjadi orang hebat dan berguna bagi sesama.
Jadikan keunikan diri sebagai bekal untuk terus menempa diri kita menjadi lebih baik dari hari ke hari. melihat masa depan dengan kaca mata diri yang terus membaik, melawan arus agar kita terus bugar dan semangat menantang masalah dalam hdiup. karena kita boleh saja kalah tetapi kita tidak boleh menyerah!
Yuk kita bakar satenya dengan batok kelapa!
wallahu a’lam Monggo Lanjut...

Tersesat Dalam Rimba Kehidupan

Beberapa waktu yang lalu kebetulan saya berkesempatan berkunjung ke Kota Kembang. Saya berangkat dari Jakarta naik kereta. Kebetulan di Bandung saya punya 2 agenda. Yakni silaturahim dengan rekan-rekan manajemen dan etoser Bandung juga bertemu dengan kawan-kawan lama di kampus dulu. Sesampainya di Bandung saya langsung meluncur ke Masjid Salman ITB tempat janjian ketemu dengan kawan lama di kampus UNDIP dahulu kala (ahhh seolah-olah sudah lama banget). Setelah berkangen ria dengan 2 orang sahabat terbaik, akhirnya berbekal ancer-ancer dari manajemen Etos Bandung saya hendak meluncur ke Asrama Etos Putra Bandung dengan motor pinjeman dari kawan lama saya di kampus tadi. Dengan kepercayaan diri yang tinggi saya meluncur ke arah Dago dari Masjid Salman, sampai di Jalan Dago saya belok kanan dan tidak tahu kemana pokoknya jalan saja dulu. Akhirnya setelah terjebak macet, dan tidak tahu arah saya pun memberanikan diri turun dan bertanya sama Pak Polisi yang sedang bertugas mengatur lalulintas di jalan yang padat. “Pak maaf Jalan Tubagus Ismail di mana ya Pak?” “wah Mas Anda salah arah, Jalan Tubagus Ismail di Utara sana, Mas nya harus putar balik karna ini jalan searah, bla bla bla.. baiklah, akhirnya saya harus benar-benar mengikuti instruksi Bapak Polisi yang baik hati ini untuk bisa sampai ke Jalan Tubagus Ismail di daerah Dago atas sana. Setelah bertanya beberapa kali lagi dan menelpon Manajemen Etos Bandung akhirnya ketemu juga Asramanya. alhamdulillah.
ahh saya hendak berpikir seperti ini. Seandainya tujuan, cita-cita dan harapan hidup kita ibaratkan seperti sebuah tempat yang hendak kita tuju, maka bila suatu ketika kita tersesat dalam proses menuju cita-cita tersebut maka mungkin kita akan mudah bertanya kepada orang yang kita anggap lebih tua atau lebih matang. Hampir mirip dengan ketersesatan saya di Bandung tadi, coba bayangkan kalau diwaktu saya tersesat, berhenti di pinggir jalan dan bertanya kepada Bapak polisi seperti ini, “mohon maaf Pak Polisi saya hendak kemana ya?” kira-kira menurut Anda apa jawaban Pak Polisi tadi? “wah wah, Anda kabur dari Rumah Sakit gila mana?? hehehehe. Jangan ikut menertawai saya terlebih dahulu lho ya. Siapa tahu ternyata kita saat ini juga sedang tersesat dalam proses pencapaian hidup, kita sedang kehilangan arah, hendak kemana sebenarnya kehidupan ini sedang melangkah? kemana harusnya mata ini memandang? dengan apa mustinya tangan kita mengayun? Jangan-jangan kita juga sedang bingung sekarang? Tetapi tenang, bila kita sedang tersesat dan kita sudah tahu kemana kita akan menuju. Rileks sejenak, tenangkan pikiran dan datangi orang yang lebih bijaksana dari kita. sampaikan kondisi kita saat ini dan kemana tujuan hidup kita maka insyaallah kita akan dengan mudah mendapat jawaban karena sejak awal kita sudah memiliki tujuan hidup yang jelas dan tahu tempat yang kita tuju, hanya kita sedang bingung saja dimana kita sekarang dan mana itu tempat yang kita tuju.
Hidup sesungguhnya sesederhana itu, tidak serumit yang kita kira selama ini. Asal kita tahu kemana tujuan hidup kita dan sekarang ini kita berada di mana. Maka akan dengan mudah kita dalam memilih arah kemana kaki kita harus melangkah, kemana mata kita musti memandang dan dengan apa tangan kita mengayun. Tetapi menjadi rumit apabila kita sampai hari ini tidak tahu sebenarnya untuk apa hidup kita sesungguhnya? seperti apa pencapaian hidup yang ingin kita raih, harapan besar apa yang ingin kita wujudkan. Dan semuanya kembali kepada kita sendiri. Jadi siapkah kita berpetualang dalam rimba kehidupan? Monggo Lanjut...