Selasa, 13 Desember 2011

Santun dan Sigap Membantu

Suatu kali ada seorang pemuda yang sedang terburu-buru ingin mengikuti suatu acara di Jln Sriwijaya, Kota Semarang. Pemuda ini memacu kendaraannya agak terburu karena sudah ada janji dengan rekannya. Tetapi naas, baru sampai di daerah Jatingaleh kawasan PLN Jateng, ternyata terasa ada susuatu yang tidak nyaman dengan ban belakang sepeda motor yang ia kendarai, setelah dia cek ternyata benar, ban belakang motornya bocor. Setelah agak dipaksa untuk jalan beberapa saat, akhirnya ketemu juga tukang tambal ban di Kawasan Kesatrian.
Setelah ngobrol sebentar dengan tukang tambal ban, di serahkanlah sepenuhnya urusan tambal menambal ban tersebut pada ahlinya. Pemuda tersebut akhirnya duduk di kursi dan menunggu proses tambal ban. Beberapa menit kemudian pemuda yang sedang mengamati proses penambalan ban motornya ini dibuat bingung oleh perilaku tukang tambal ban. Tukang tambal ban ini mutar-muter, kedepan belakang, berulang kali membongkar tempat peralatan kerjanya. Akhirnya dikarenakan melihat hal yang sepertinya tidak wajar tersebut pemuda ini berdiri dan bertanya kepada tukang tambal ban. “ada apa mas?” tanyanya. “ini mas, ban luarnya ga bisa dibuka, bagaimana saya bisa menambal ban dalamnya kalau ban luarnya saja ga bisa dibuka?” jawab tukang tambal ban. Menurut Anda bagaimana kira-kira kelanjutan kisah diatas? Kalau saya yang jadi pemuda tadi mungkin saya akan sedikit menggerutu sambil memaki tukang tambal ban.”gimana seh, ini kan pekerjaan Anda setiap hari? Masa membuka ban luar saja tidak bisa? Niat ga sih jadi tukang tambal ban?” haha. Itu kalau saya, atau mungkin juga Anda kali ya? Hehe
Tetapi Anda ingin tahu apa yang dilakukan sang pemuda pagi itu, dengan janji yang terburu-buru? Pemuda itu bangkit dari tempat duduknya, meletakkan tas punggungnya, melingkis lengan baju panjangnya dan berkata kepada tukang tambal ban. “coba sini mas saya bantu” begitu santun dan mulia perilaku pemuda ini. Setelah beberapa lama berusaha dan lumayan berkeringat, akhirnya ban luar motor bisa dibuka juga. Dan urusan menambal kembali diserahkan kepada tukang tambal ban.
Saudaraku yang budiman, tidak banyak hari ini kita menemui seorang pemuda yang berakhlak begitu santun dan mulia. Apalagi dalam kisah ini sang pemuda juga sedang ada janji dan terburu-buru. Saya yakin sebagian besar dari kita bisa jadi memilih meluapkan emosi negatif dibanding mengendalikannya dan membantu kesulitan sang penambal ban. Tapi dari kisah ini kita belajar bahwa meluapkan emosi dalam bentuk sebuah kemarahan sebenarnya bukan sebuah solusi yang menjawab permasalahan yang kita hadapi. Tetapi tatkala kita mampu mengelola emosi negatif yang kita miliki dengan menarik nafas dalam, berkata dengan tenang dan halus, dan malah berusaha membantu kesulitan yang dihadapi oleh tukang tambal ban, ternyata itulah solusi dari permasalahan yang kita hadapi.
Ini mungkin hanya satu buah cerita ringan yang sesungguhnya bisa jadi masing-masing kita pernah mengalaminya dalam versi yang berbeda. Tatkala tuntutan pekerjaan datang tanpa henti, tetapi tiba-tiba kita disela oleh masalah sepele tetapi bikin kesel, tiba-tiba pula kita kehilangan kebijaksanaan dan berubah menjadi “serigala-serigala” baru yang siap menerkam mangsanya. Padahal sebenarnya perilaku tersebut bukanlah sebuah jalan keluar atas masalah yang sedang mendera kita. Bila kita mau sedikit berbenah, merubah pola pikir, mengendalikan emosi yang kita miliki niscaya malah kita telah berhasil menemukan sebuah pencerahan baru bagi kehidupan kita, dan sesungguhnya semua yang kita lakukan tadi adalah demi kebaikan diri kita sendiri. Monggo Lanjut...